makalah hadits ahkam : hasad dan ghibah

Makalah
HASAD DAN GHIBAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadits ahkam
Dosen Pengampu :H. Zumrodi S.Ag.


Disusun oleh
Muh Zainu Nuri                      (1530110093)
Muh fikfi Musthofa                (15301100   )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN/IQT
Tahun 2016



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat menjunjung tinggi pentingnya akhlak, ini adalah hal yang sangat penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah Swt atau dengan sesama makhluk.
Timbulnya kesadaran serta pendirian Akhlak merupakan pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup yang selalu berpegang teguh pada akhlak adalah tindakan yang tepat dalam mewujudkan terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak sesuai dengan akhlak, etika dan moral yang baik merupakan tindakan yang menentang kesadaran tersebut. Untuk itu pada makalah ini akan sedikit kami paparkan mengenai pengertian, sumber-sumber serta macam-macam akhlak, etika dan moral.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana bunyi hadits tentang hasad?
2.      Bagaimana penjelasan hadits tersebut?
3.      Bagaimana bunyi hadits tentang ghibah?
4.      Bagaimana penjelasan hadits tersebut?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadits tentang hasad (dengki)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إيَّاكُمْ، وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ» أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد
Artinya: dari abu hurairah r.a dia berkata, Rasulullah SAW bersabda : “jauhilah sifat dengki, sesungguhnya ia memakan kebaikan seperti halnya api melahap kayu bakar.”[1]
B.     Penjelasan
Dalam menjelaskan hadits ini imam syana’ani mengatakan :
إيَّاكُمْ ضَمِيرٌ مَنْصُوبٌ عَلَى التَّحْذِيرِ، وَالْمُحَذَّرُ مِنْهُ الْحَسَدُ. وَفِي الْحَسَدِ أَحَادِيثُ وَآثَارٌ كَثِيرَةٌ. وَيُقَالُ: كَانَ أَوَّلُ ذَنْبٍ عُصِيَ اللَّهُ بِهِ الْحَسَدُ، فَإِنَّهُ أَمَرَ إبْلِيسَ بِالسُّجُودِ لِآدَمَ فَحَسَدَهُ فَامْتَنَعَ عَنْهُ فَعَصَى اللَّهَ فَطَرَدَهُ وَتَوَلَّدَ مِنْ طَرْدِهِ كُلُّ بَلَاءٍ وَفِتْنَةٍ عَلَيْهِ وَعَلَى الْعِبَادِ.
Artinya : Kata iyyaakum adalah dhamir (kata ganti) yang dinashabkan dengan tujuan men-tahdziir (peringatan atas suatu bahaya) dan yang ditahdzir adalah sifat dengki. Banyak sekali hadits dan atsar dari para salaf yang mencela sifat dengki. Disebutkan bahwa maksiat pertama yang dilakukan terhadap Allah disebabkan oleh sifat dengki. Saat itu Allah memerintahkan kepada Iblis agar sujud kepada Adam. Namun, iblis enggan melakukannya karena adanya sifat dengki yang bersarang di dadanya dan akhirnya Allah mengusirnya. Dari pengusiran ini bermula berbagai bala dan bencana terhadap Nabi Adam dan seluruh manusia.
Lebih lanjut imam syana’ani mengatakan bahwa hasad tidak ada kecuali di karenakan adanya anugerah nikmat. Apabiala Allah member nikmat bagi seorang temanmu, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi :
1.      Kamu akan membenci nikmat tersebut dan kamu menyukai bilamana nikmat itu lenyap. Dan inilah yang dinamakan hasad
2.      Kamu tidak senang bila nikmat itu hilang dan kamu pun tidak benci bila nikmat itu tetap ada, tetapi kamu memiliki keinginan mendapatkan nikmat yang sama dengan temanmu itu. Dan yang ini dinamakan ghitbah.[2]

ثُمَّ الْحَاسِدُ إنْ وَقَعَ لَهُ الْخَاطِرُ بِالْحَسَدِ فَدَفَعَهُ وَجَاهَدَ نَفْسَهُ فِي دَفْعِهِ فَلَا إثْمَ عَلَيْهِ بَلْ لَعَلَّهُ مَأْجُورٌ فِي مُدَافَعَةِ نَفْسِهِ. فَإِنْ سَعَى فِي زَوَالِ نِعْمَةٍ لِمَحْسُودٍ فَهُوَ بَاغٍ، وَإِنْ لَمْ يَسْعَ وَلَمْ يُظْهِرْهُ لِمَانِعِ الْعَجْزِ، فَإِنْ كَانَ بِحَيْثُ لَوْ أَمْكَنَهُ لَفَعَلَ فَهُوَ مَأْزُورٌ وَإِلَّا فَلَا. أَيْ لَا وِزْرَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ دَفْعَ الْخَوَاطِرِ النَّفْسَانِيَّةِ فَيَكْفِيه فِي مُجَاهِدَتِهَا أَنْ لَا يَعْمَلَ بِهَا وَلَا يَعْزِمُ عَلَى الْعَمَلِ بِهَا. وَفِي الْإِحْيَاءِ، فَإِنْ كَانَ بِحَيْثُ لَوْ أَلْقَى الْأَمْرَ إلَيْهِ وَرَدَّ إلَى اخْتِيَارِهِ لَسَعَى فِي إزَالَةِ النِّعْمَةِ فَهُوَ حَسُودٌ حَسَدًا مَذْمُومًا، وَإِنْ كَانَ نَزْعُهُ التَّقَوِّي عَلَى إزَالَةِ ذَلِكَ فَيُعْفَى عَنْهُ مَا يَجِدُهُ فِي نَفْسِهِ مِنْ ارْتِيَاحِهِ إلَى زَوَالِ النِّعْمَةِ مِنْ مَحْسُودِهِ مَهْمَا كَانَ كَارِهًا لِذَلِكَ مِنْ نَفْسِهِ بِعَقْلِهِ وَدِينِهِ،

Artinya :“Bagi hasid (orang yang hasad) Apabila terlintas di benaknya untuk berbuat dengki, kemudian ia menolak dan bersungguh-sungguh dalam menghilangkan kedengkian tersebut maka orang ini tidaklah berdosa.. Bahkan boleh jadi ia mendapat pahala atas upayanya tersebut. Namun, apabila ia menuruti keinginannya untuk menghilangkan nikmat yang telah didapatkan oleh saudaranya, berarti ia telah bertindak zhalim terhadap saudaranya. Dan apabila ia sudah upayakan, lantas ia urungkan niat tersebut karena memang ia tidak sanggup melakukannya, dimana jika ia sanggup niscaya telah ia lakukan, maka orang seperti ini mendapat dosa. Akan tetapi, apabila pengurungan tersebut muncul karena ketaqwaan atau karena kesadaran maka orang seperti ini tidaklah mendapat dosa. Sebab seseorang tidak mungkin menghilangkan lintasan-lintasan yang ada di dalam hatinya. Oleh karena itu, cukup baginya untuk tidak melaksanakan apa yang terlintas di dalam hatinya dan tidak bertekad untuk melakukannya. Perincian seperti ini seperti apa yang telah di isyaratkan dalam hadits yang berupa:

وَأَخْرَجَ أَبُو نُعَيْمٍ «كُلُّ ابْنِ آدَمَ حَسُودٌ وَلَا يَضُرُّ حَاسِدًا حَسَدُهُ مَا لَمْ يَتَكَلَّمْ بِاللِّسَانِ أَوْ يَعْمَلْ بِالْيَدِ»
Artinya : setiap anak adam memiliki sifat dengki, namun perasaan dengki itu tidaklah berbahaya selama tidak di ucapkan dan tidak di laksanakan.

C.     Hadits tentang ghibah

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُك أَخَاك بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ: أَفَرَأَيْت إنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: إنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْته، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
Artinya: dari abu hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “apakah kalian tahu apa itu ghibah?” mereka menjawab “Allah dan Rasulnya lebih tahu.”. Rasulullah bersabda : “Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai” mereka berkata “bagaimana bila apa yang aku katakanan benar?.” Rasulullah menjawab: “apabila yang kamu katakana benar berarti kamu telah menggunjingnya (ghibah), apabila tidak benar berarti kamu telah membuat kedustaan atasnya.”[3]
D.    Penjelasan hadits
Hadits ini telah menjelaskan makna hakiki dari ghibah, dan hadits ini disebutkan untuk menafsirkan ghibah yang dimaksud dalam firman Allah Ta'ala:
 {وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}
"dan janganlah menggunjingkan satu sama lain." (QS. Al-Hujuraat: 12)

قَالَ فِي النِّهَايَةِ: هِيَ أَنْ يُذْكَرَ الْإِنْسَانُ فِي غِيبَتِهِ بِسُوءٍ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ وَقَالَ النَّوَوِيُّ: فِي الْأَذْكَارِ تَبَعًا لِلْغَزَالِيِّ ذِكْرُ الْمَرْءِ بِمَا يَكْرَهُ سَوَاءً كَانَ فِي بَدَنِ الشَّخْصِ أَوْ دِينِهِ أَوْ دُنْيَاهُ أَوْ نَفْسِهِ أَوْ خُلُقِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ وَالِدِهِ أَوْ وَلَدِهِ أَوْ زَوْجِهِ أَوْ خَادِمِهِ أَوْ حَرَكَتِهِ أَوْ طَلَاقَتِهِ أَوْ عَبُوسَتِهِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِهِ ذِكْرُ سُوءٍ سَوَاءً ذُكِرَ بِاللَّفْظِ أَوْ بِالرَّمْزِ أَوْ بِالْإِشَارَةِ
Di dalam kitab An-Nihayah pengarangmengatakan: ghibah adalah kamu menceritakan tentang kejelekan seseorang ketika orang tersebut tidak ada, walaupun kejelekan tersebut memang benar ada.
An-Nawawi berkata dalam kitab Al-Adzkaar mengikuti penjelasan dari Al-Ghazali bahwa ghibah adalah menceritakan kejelekan seseorang, baik yang berkenaan dengan bentuk fisiknya, agamanya, dunianya, dirinya, perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, isterinya, pembantunya, gerak-geriknya, senyum atau cemberutnya, atau hal-hal lainnya yang berhubungan dengan sebutan yang buruk. Baik hal itu disebutkan dengan lisan maupun dengan kode atau isyarat.

وَإِنَّمَا اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ هَلْ هُوَ مِنْ الصَّغَائِرِ أَوْ الْكَبَائِرِ فَنَقَلَ الْقُرْطُبِيُّ الْإِجْمَاعَ عَلَى أَنَّهَا مِنْ الْكَبَائِرِ. وَاسْتَدَلَّ لِكِبَرِهَا بِالْحَدِيثِ الثَّابِتِ «إنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ» وَذَهَبَ الْغَزَالِيُّ وَصَاحِبُ الْعُمْدَةِ مِنْ الشَّافِعِيَّةِ إلَى أَنَّهَا مِنْ الصَّغَائِرِ. قَالَ الْأَوْزَاعِيُّ: لَمْ أَرَ مَنْ صَرَّحَ أَنَّهَا مِنْ الصَّغَائِرِ غَيْرَهُمَا.
Para ulama berselisih pendapat apakah ghibah termasuk dosa besar ataukah dosa kecil? Al-Qurthubi menukil dari ijma’ bahwa ghibah termasuk salah satu dosa besar. Mereka berdalilkan dengan hadits:
«إنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ»
"Sesungguhnya darah kalian, kehormatan kalian dan harta benda kalian haram (dirusak orang lain)."
Menurut pendapat Al-Ghazali dan penulis Al-'Umdah dari kelompok ulama yang bermazhab Asy-Syafi'i, ghibah termasuk dalam kategori dosa kecil. Al-Auza'i berkata "aku tidak melihat ada ulama yang menerangkan bahwa ghibah termasuk dosa kecil selain mereka berdua."[4]








BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Hasad adalah sifat membenci bila seseorang mendapatkan nikmat, Disebutkan bahwa maksiat pertama yang dilakukan terhadap Allah disebabkan oleh sifat dengki. Saat itu Allah memerintahkan kepada Iblis agar sujud kepada Adam. Namun, iblis enggan melakukannya karena adanya sifat dengki yang bersarang di dadanya dan akhirnya Allah mengusirnya.
Bagi hasid Apabila terlintas di benaknya untuk berbuat dengki, kemudian ia menolak dan bersungguh-sungguh dalam menghilangkan kedengkian tersebut maka orang ini tidaklah berdosa.. Bahkan boleh jadi ia mendapat pahala atas upayanya tersebut. Namun, apabila ia menuruti keinginannya untuk menghilangkan nikmat yang telah didapatkan oleh saudaranya, berarti ia telah bertindak zhalim terhadap saudaranya.
Ghibah adalah kamu menceritakan tentang kejelekan seseorang ketika orang tersebut tidak ada, walaupun kejelekan tersebut memang benar ada.
Para ulama berselisih pendapat apakah ghibah termasuk dosa besar ataukah dosa kecil? Al-Qurthubi menukil dari ijma’ bahwa ghibah termasuk salah satu dosa besar. Menurut pendapat Al-Ghazali dan penulis Al-'Umdah dari kelompok ulama yang bermazhab Asy-Syafi'i, ghibah termasuk dalam kategori dosa kecil. Al-Auza'i berkata "aku tidak melihat ada ulama yang menerangkan bahwa ghibah termasuk dosa kecil selain mereka berdua










DAFTAR PUSTAKA
Ibnu hajar Al-asqhalany, Bulughul Maram, maktabah  Imaratullah, Surabaya
As- Syan’ani, Subulussalam, maktabah syamilah




[1]Ibnuhajar Al-asqhalany, BulughulMaram,maktabahImaratullah, Surabaya, hal: 329
[2] As-Syan’ani, Subulussalam, maktabahsyamilahjuz 2hal: 655
[3]Ibnuhajar Al-asqhalany, BulughulMaram, maktabahImaratullah, Surabaya, hal: 331
[4]As- Syan’ani, Subulussalam, maktabahsyamilahjuz 2 hal: 669-670

*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post