STUDI KITAB TAFSIR AL-MARAGHI


STUDI KITAB TAFSIR AL-MARAGHI
Disusun untuk memenuhi tugas uts
Mata kuliah: Studi kitab tafsir
Dosen Pengampu: Muhammad Misbah L,c. M.hum




Oleh:

Muh Zainu Nuri       1530110093

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR (IQT)
JURUSAN USHULUDDIN
STAIN KUDUS

2016



TAFSIR AL MARAGHI

A.    Biografi Ahmad Mustafa al-Maraghi
Nama lengkap al-Maraghi adalah Ahmad Mustafa al-Maraghi Ibn Musthafa Ibn Muhammad Ibn ‘Abd al-Mun’in al-Qadhi al-Maraghi. Ia lahir di kota Maragah, sebuah kota yang terletak di pinggiran Sungai Nil, kira- kira 70 km arah selatan Kota Kairo pada tahun 1300 H/ 1883 M. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Al-Maraghi karena dinisbahkan pada kota kelahirannya[1]
Ahmad Mustafa al-Maraghi berasal dari keluarga ulama yang taatdan menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikanbahwa lima dari delapan orang putra Syaikh Mustafa Al-Maraghi ( ayahAhmad Mustafa al-Maraghi) adalah ulama besar yang cukup terkenal, yaitu:
1.    Syeikh Muhammad Mustafa al-Maraghi yang pernah menjadi Syeikh al-Azhar selama dua periode sejak tahun 1928 hingga 1930 dan 1935 hingga 1945.
2.    Syeikh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, pengarang kitab tafsir Al-Maraghi.
3.    Syeikh Abd. Aziz al-Maraghi, Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar dan Imam Farauq
4.    Syeikh Abdullah Mustafa Al-Maraghi, Inspektor umum pada Universitas al-Azhar.
5.    Syeikh Abd. Wafa Mustafa al-Maraghi, sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Universitas al-Azhar.
Sewaktu Ahmad Mustafa al-Maraghi lahir, situasi politik, sosial dan intelektual di Mesir sedang mengalami perubahan nasionalisme, sebab pada masa itu nasionalisme “Mesir untuk orang Mesir” sedang menampakkan peranannya baik dalam usaha membebaskan diri dari kesulitan Usmaniyyah maupun penjajahan Inggris. Ketika Ahmad Mustafa al-Maraghi memasuki usia sekolah, beliau dimasukkan oleh orang tuanya ke Madrasah di desanya untuk belajar Al- Qur’an.
Pada usia 13 tahun beliau sudah hafal al-Qur’an, di samping itu beliau juga mempelajari Ilmu Tajwid dan dasar- dasar Ilmu Syari’ah di Madrasah sampai beliau menamatkan pendidikan peringkat menengah. Setelah ia menamatkan sekolah menengah di kampungnya, orang tuanya menyuruhnya untuk berhijrah ke Kairo untuk menuntut ilmu di Universitas al-Azhar pada tahun 1314 H / 1895 M.5 Semasa belajar di al-Azhar beliau amat menekuni ilmu bahasa Arab, Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Balaghah, Fiqh, Ushl Fiqh Akhlak, Ilmu al-Qur’an dan Ilmu Falak dibandingkan dengan ilmu- ilmu lainnya. Disamping itu beliau juga mengikuti kuliah di Fakultas dar al-‘Ulum Kairo. Beliau berhasil menyelesaikan studinya di kedua perguruan tinggi tersebut pada tahun 1909M.
Pada tahun 1916, beliau diangkat menjadi dosen utusan Universitas al-Azhar untuk mengajar ilmu-ilmu Syari’ah di Sudan. Selain sibuk mengajar al-Maraghi juga sibuk mengarang buku-buku ilmiyah. Pada masa berikutnya al-Maraghi semakin mapan, baik sebagai birokrat maupun sebagai intelektual muslim. Beliau pernah menjabat sebagai Qadhi di Sudan hingga tahun 1919 M, kemudian beliau diangkat sebagai ketua tinggi Syari’ah di Dar al- ‘Ulum pada tahun 1920 M sampai tahun 1940 M. Pada tahun 1928 M beliau diangkat pula sebagai Rektor Universitas al-Azhar selama dua periode yaitu pada Mei 1928 dan April 1935.
Latar Belakang penulisan kitab tersebut secara implisitnya dapat dilihat di dalam muqaddimahtafsirnya itu bahwa penulisan kitab tafsir ini karena dipengaruhi oleh dua faktor:
1.      Beliau banyak menerima pertanyaan-pertanyaan dari masyarakatyang berkisar pada masalah tafsir apakah yang paling mudah difahami danpaling bermanfaat bagi para pembacanya serta dapat dipelajari dalam masayang singkat. Mendengar pertanyaan-pertanyaan tersebut, beliau merasaagak kesulitan dalam memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaantersebut. Masalahnya, sekalipun kitab-kitab tafsir itu bermanfaat, karenatelah mengungkapkan persoalan-persoalan agama dan macam-macamkesulitan yang tidak mudah untuk difahami, namun kebanyakkan kitab tafsir itu telah banyak dibumbui dengan menggunakan istilah-istilah ilmu lain, seperti ilmu balaghah, nahwu, sorof fiqh, tauhid dan ilmu-ilmulainnya, yang semuanya itu merupakan hambatan bagi pemahaman al-Qur’an secara benar bagi pembacanya.
Di samping itu ada pula kitab tafsir pada saat itu sudah dilengkapipula dengan penafsiran-penafsiran atau sudah menggunakan analisa-analisa ilmiah tersebut belum dibutuhkan pada saat itu dan jugamenurutnya al-Qur’an tidak perlu ditafsirkan dengan menggunakananalisa-analisa ilmiah yang mana ilmu ini, (analisa ilmiah) hanya berlakuuntuk seketika (reatif), karena dengan berlalunya atau waktu, sudah tentusituasi tersebut akan berubah pula, sedangkan al-Qur’an tidak berlakuhanya untuk zaman-zaman tertentu, tetapi Al-Qur’an berlaku untuksepanjang zaman.
2.       Faktor Internal
Faktor ini berasal dari diri al-Maraghi sendiri yaitubahwa beliau telah mempunyai cita-cita untuk menjadi obor pengetahuanIslam terutama di bidang ilmu tafsir, untuk itu beliau merasa berkewajibanuntuk mengembangkan ilmu yang sudah dimilikinya.
Barangkat dari kenyataan tersebut, maka al-Maraghi yang sudahberkecimpung dalam bidang bahasa arab selama setegah abad lebih, baikbelajar, maupun mengajar, merasa terpanggil untuk menyusun suatu kitabtafsir dengan metode penulisan yang sistematis, bahasa yang simple danelektif, serta mudah untuk difahami[2]


B.     Sistematika penulisan tafsir al-Maraghi
Di dalam muqaddimah kitabnya, al-Maraghi mengungkapkan sistematika penulisan yang di pakai dalam  tafsirnya. Antara lain
1.      Mengemukakan ayat-ayat di awal pembahasan
Al-Maraghi memulai setiap pembahasan dengan mengemukakan satu, dua, atau lebih ayat-ayat al-Qur’an yang mengacu kepada suatu tujuan yang menyatu.
2.      Menjelaskan Kosa Kata (syarh al-Mufradat) Kemudian al-Maraghi menjelaskan pengertian kata-kata secara bahasa, bila ternyata ada kata-kata yang sulit difahami oleh pembaca. Setelah menyebutkan satu, dua, atau sekelompok ayat, Al-Maraghi melanjutkannya dengan menjelaskan beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya. Dengan demikian, tidak semua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan melainkan dipilih beberapa ayat yang bersifat konotatif dan sulit dipahami oleh pembaca.
3.      Menjelaskan Pengertian secara global
Al-Maraghi menyebutkan makna ayat-ayat secara global, sehingga sebelum memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, para pembaca terlebih dahulu mengetahui makna ayat-ayat tersebut secara umum
4.      Menjelaskan sebab-sebab turun Ayat ( Asbab al-Nuzul) Jika ayat-ayat tersebut mempunyai asbab al-Nuzul berdasarkan riwayat shahih yang menjadi pegangan para mufassir, maka al-Maraghi menjelaskannya terlebih dahulu.
5.      Meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
Al-Maraghi sengaja meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu lain yang diperkirakan bisa menghambat para pembaca dalam memahami isi al-Qur’an. Misalnya ilmu Nahwu, Sharf, ilmu Balaghah, dan sebagainya.
6.      Gaya Bahasa Para Mufassir
Al-Maraghi menyadari bahwa kitab tafsir terdahulu disusun sesuai dengan gaya bahasa pembaca ketika itu. Oleh sebab itu, al-Maraghi merasa berkewajiban memikirkan lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyai warna tersendiri dengan gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini, sebab setiap orang harus diajak bicara sesuai dengan kemampuan akal mereka
7.      Seleksi Terhadap Kisah-Kisah yang Terdapat Di Dalam Kitab Tafsir
8.      Jumlah Juz Tafsir al-Maraghi
Adapun bilangan juz dalam tafsir al-Maraghi bila dilihat dari jumlah terjemahan, terdiri dari 30 jilid (satu jilid satu juz). Sedangkan kitab tafsirnya yang asli (bahasa Arab) terdiri dari 10 jilid ( setiap jilid tiga juz), maka jumlahnya lengkap 30 juz al-Qur’an. [3]

C.     Corak dan metode tafsir al-Maraghi
perihal metode, dapat dikatakan bahwa Ahamad Mustafa Al-Maraghi menggunakan dua metode. metode yang pertama yaitu metode Ijmali, dalam metode ini Al-Maraghi berusaha menggambarkan maksud ayat secara global, yang dimaksudkan agar pembaca sebelum melangkah kepada penafsiran yang lebih rinci dan luas sudah memiliki pandangan umum yang dapat digunakan sebagai asumsi dasar dalam memahami maksud ayat tersebut lebih lanjut.
Pada langkah berikutnya beliau menggunakan metode Tahlili, yaitu dengan memberikan penjelasan yang lebih luas, termasuk menyebutkan asbab al-Nuzul jika ada dan dianggap shahih menurut standar keshahihan riwayat para ulama. Dalam memberikan penjelasan kelihatannya al-Maraghi berusaha menghindari uraian yang bertele-tele, serta menghindari istilah dan teori ilmu pengetahuan yang sukar dipahami. Penjelasan tersebut dikemas dengan bahasa sederhana, singkat, padat, dan mudah dipahami.[4]
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Ahmad Mustafa al-Maraghi sebenarnya tidak memiliki kecenderungan khusus menggunakan satu corak yang spesifik secara muthlak, misalnya bercorak Fiqh saja, bercorak lughawi, adabi al-Ijtima’iy, falsafiy saja atau yang lainnya. Secara garis besar corak penafsiran Ahmad Mustafa al-Maraghi ada dua corak, yaitu corak lughawi dan adabi al-Ijtima’iy. Namun penulis lebih cenderung untuk mengatakan bahwa corak penafsiran Ahmad Mustafa al-Maraghi adalah corak Adabi al-Ijtima’i . Hal ini terlihat jelas karena di dalam tafsirnya beliau sering menjelaskan masalah yang berlaku dalam masyarakat.


















DAFTAR PUSTAKA
Ghofur, Profil Para Mufassir Al- Qur’an, ( Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008
Nasution Harun, Pembaharuan dalam Islam, ( Jakarta: PT. Bulan Bintang,1996)
Mustafa Ahmad, Tafsir al-Maraghi,maktabah syamilah,Jild 1. Hal.16-17




[1] Ghofur, Profil Para Mufassir Al- Qur’an, ( Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008),hal.151.
[2] Harun Nasution,Pembaharuan dalam Islam, ( Jakarta: PT. Bulan Bintang,1996), hal : 12
[3] Ahamad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,maktabah syamilah,Jild 1. Hal.16-17
[4] http://repository.uin-suska.ac.id/3907/6/BAB%20V.pdf

*

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post