makalah: studi kitab tafsir Rowa'iul Bayan karya as-Shobuni


Makalah
Tafsir Rawāi’ul Bayān Tafsir Ayat Ahkam Mina’l Quran
(Ali Ash-Shobuni)

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah :Studi Kitab Tafsir II
Dosen pengampu : Muhammad Misbah, Lc., M. Hum
















Oleh:M Zainu Nuri            : 1530110093


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IQT)
JURUSAN USHULUDDIN
STAIN KUDUS
2017

BAB I
PENDAHULUAN
Tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa alkasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam AzZarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya. Tafsir al-Qur‟an adalah kunci untuk membuka gudang simpanan alQur‟an untuk mendapatkan permata di dalamnya. Jika demikian, maka tafsir menjadi kebutuhan yang penting karena kandungan al-Qur‟an bukan hanya menyampaikan agama, namun juga pegangan tatanan sosial di masyarakat.
Perkembangan keilmuan yang semakin pesat, memaksa para ahli Al-Qur’an turut andil pula dalam menjawab tantangan zaman, salah satu tokoh yang turut andil dalam dunia Islam diantaranya yakni Muhammad Ali As-Shabuni, salah satu tokoh mufassir yang berasal dari kota Aleppo, Suriah, dengan tafsirannya yang terkenal dengan nama Tafsir Rawa‟i al-Bayan. Tafsir Rawa‟i al-Bayan merupakan salah satu kitab tafsir populer di kalangan peminat studi al-Qur‟an. Kitab tafsir yang bercorak fikih atau hukum adalah karya ayat-ayat hukum kontemporer




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Biografi Ali Ash-Shobuni
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ali bin Jamil Ash-Shabuni. ia lahir di kota Aleppo, Suriah, pada tahun 1930 M. Namun beberapa sumber menyebutkan Ash-Shabuni dilahirkan tahun 1928. Ayahnya, Syekh Jamil merupakan salah satu ulama senior di Aleppo. Beberapa sumber menyatakan bahwa ayahnya adalah orang pertama yang membimbingnya baik di pendidikan dasar dan formal, terutama mengenai bahasa Arab, ilmu waris dan ilmu agama.
Sembari menimba ilmu kepada sang Ayah, Ash-Shabuni juga pernah berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di Aleppo. Mereka diantaranya yang pernah menjadi guru Ash-Shabuni adalalah Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Sykeh Ahmad Al-Shama, Shekh Muhamad Sa’id Al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib Al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah
Selain itu, untuk menambah pengetahuannya, ia juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menyelesaikan studinya di bangku sekolah dasar, Ash-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya ke sekolah milik pemerintah, Madrasah Al-Tijariyya. Di sana ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Selanjutnya ia meneruskan ke sekolah khusus Syariah, Khasrawiyya yang berada di Aleppo.[1]
Di Khasrawiyya Ash-Shabuni tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, fikih, hadits, dan lain sebagainya, akan tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus pada tahun 1949.Ash-Shabuni melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Kairo,Mesir, hingga mendapat gelar Lc dari fakultas Syari’ah pada tahun 1952. Tidak berhenti di sini, ia pun melanjutkan ke pasca sarjana dan lulus pada tahun 1954 dengan mendapat gelar Megister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha As-Sar’iyyah). Seluruh studiya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah. Pasca studi di Mesir, Ash-Shabuni kembali ke kota kelahirannya. Ia mengajar di berbagai sekolah menengah atas (SMA) yang ada di Aleppo. Pekerjaannya sebagai guru SMA ini ia lakoni selama delapan tahun. Dari tahun 1955 hingga tahun 1962.Setelah itu, ia pun mendapatkan tawaran mengajar di dua universitas ternama, yakni di fakultas Syari’ah, Universitas Ummu’l Qura’ dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam, Universitas King Abdul Aziz. hingga kini ia tercatat sebagai Guru Besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.
Karena kiprahnya di dunia pendidikan Islam, di tahun 2007, panitia penyelengggara Dubai International Qur’an Award menetapkan Ash-Shabuni sebagai Personaliti of The Muslim World. Pilihan tersebut jatuh padanya seteah beberapara orang kandidit diseleksi oleh Pangeran Muhammad ibn Rashid Al-Maktum, Wakil Kepala Pemerintahan Dubai. Penghargaan serupa juga pernah diberikan kepada Yusuf Al-Qaradawi dan sejumlah ulama dunia lainnya.[2]
B.       Metode Penafsiran
Metode muhammad Ali Ash-Shabuni ketika menafsirkan ayat dalam Rawāiu’l Bayān tertera pada pengantar tafsir di awal kitabnya. Di sana dia hanya mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum, sehingga disusun per materi. Setidaknya terdapat beberapa langkah yang harus ia lakukan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, yakni:
1.       التحليل اللفظي (pengertian kosa kata), yakni menguraikan kosa kata yang sulit atau penting untuk dibahas dengan berpegang pada pendapat para mufasir dan ahli-ahli bahasa.
2.          المعني الأجمالي (makna global), Makna Ijmali dikemas dalam bahasa sendiri.
3.      سبب النزول, Sabab an-Nuzul ini dicantumkan jika ayat yang bersangkutan mempunyai sababunnuzul-nya.
4.       بين الأيات المناسبة , bentuk kaitan dengan ayat sebelumnnya dan sesudahnya
5.      وجوه القراءاتmencari bentuk Qiraat yang mutawattir
6.      وجوه الاِعراب , memunculkan bentuk I‟rab secara singkat.
7.      لطائف التفسير melakukan penjelasan hukum aplikatif yang meliputi rahasia dan nilai balaghah serta kecermatan ilmiah.
8.      الأحكام الشرعيةsyari‟at hukum dari tiap ayat yang sedangan ditafsir dengan dilengkapi dalil-dalil dari para pakar hukum Islam serta tarjih atau pemilahan dalil.
9.      الخلاصة (kesimpulan), ash-Shabuni menggunakan kesimpulan ringkas dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk yang diperoleh dari ayat. Ia memuat makna global dan kesimpulan pada setiap pembahasannya, jika makna globalnya diletakan di awal pembicaraan maka kesimpulannya berada di akhir pembahasan.
10.  حكمة التشريع menutup setiap pembahasan dengan filosofi disyariatkannya hukum-hukum dari ayat-ayat yang sedang ditafsirkan[3]
C.      Corak Penafsiranal-Tafsir rawa’I Bayan
Rawāi’ul Bayān fi tafsiri ayati’l Ahkam mina’l Quran atau terjemahan harfiahnya adalah Keterangan yang indah dalam tafsir ayat-ayat hukum dari Al-Quran” adalah nama salah satu tafsir karya Ali Shabuni yang sangat menarik,Dikatakan menarik karena ini adalah karya pilihan yang telah ia lalui selama 10 tahun pengalamannya dalam penelaahan ilmiah. Hal ini sebagaimana ungkapannya di pengantar tafsir tersebut, “...aku hidup cukup lama dengan kondisi yang mulia itu hingga 10 tahun, aku pun sudah menorehkan karya-karya berbentuk buku, dimana yang terakhir adalah kitab yang kuberi judul...”.
Kitab tafsir Rawāi’ul Bayān ini masuk ke dalam katagori tafsiru’l ahkam atau dalam istilah lain Tafsir Ahkam yang menurut sementara pakar bermakna tafsir Al-Quran yang berorientasi atau fokus pada pembahasan ayat-ayat hukum. Pembatasan ayat-ayat hukum yang terdapat di dalam Al-Quran inilah yang menjadi cirikhas dari tafsir Ahkam. Kitab Tafsir tersebut terdiri dari dua jilid besar, dan disusun berdasarkan tema-tema hukum di setiap pertemuan.
Tafsir Ash-Shabuni ini dapat dikatagorikan sebagai tafsir muqarin atau tafsir perbandingan, karena di dalam tafsirnya ia mengngkapkan pendapat dari para mufasir sebagai sumber perbandingan, kemudian ia menguatkan pendapat yang paling sahih di antara pendapat-pendapat yang telah ia bandingkan[4]






D.    Contoh penafsiran

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَىٰ بِالْأُنْثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيم
178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih[111].
179. Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.



التحليل اللفظي
{كُتِبَ} : قال الفراء {كُتِبَ عَلَيْكُمُ} معناه في كل القرآن: فرض عليكم قال الشاعر:
كُتب القتلُ والقتال علينا ... وعلى الغانياتِ جرّ الذيول{القصاص} : أن يفعل به مثل فعله من قولهم: اقتصّ أثر فلان إذا فعل مثل فعله.

v  Al-Tahlil al-Lafdzi
Al-Farra’ berkata : (كُتِبَ عَلَيْكُمُ) di dalam al-Qur’an bermakna di wajibkan atas kalian semua. Seperti ucapan Sya’ir :

قال الراغب: القصاص مأخوذ من القصّ وهو تتبع الأثر قال تعالى: {فارتدا على آثَارِهِمَا قَصَصاً} [الكهف: 64] والقصاصُ: تتبعُ الدم بالقَوَد قال تعالى: {والجروح قِصَاصٌ} [المائدة: 45] .
Al-Raghib berkata : lafadz Qishas diambil dari kata al-Qosh yang artinya mengikuti jejak, Allah berfirman “lalu mereka keduanya kembali mengikuti jejak mereka berdua”. Qishas adalah mengikuti (membalas) darah (kematian) dengan qowad (qishas). Allah berfirman : والجروح قِصَاصٌ
قال في اللسان: قصصتُ الشيء إذا تتبعت أثره شيئاً بعد شيء ومنه قوله تعالى: {وَقَالَتْ لأُخْتِهِ قُصِّيهِ} [القصص: 11] أي اتبعي أثره، والقصاصُ: القَوَد وهو القتل بالقتل
{القتلى} : جمع قتيل ويستوي فيه المذكر والمؤنث، كصرعى جمع صريع، وجرحى جمع جريح.
(القتلى)adalah jama’ dari lafadz قتيل dapat digunakan untuk mudzakkar dan mu’annats seperti halnya lafadz shor’a jama’ dari shori’ dan jar’ha jama’ dari lafadz jarih.
{عُفِيَ} : العفو معناه الصفح، والإسقاط، تقول: عفوت عنه أي صفحتُ عنه ومنه قوله تعالى: {عَفَا الله عَمَّا سَلَف} [المائدة: 95] وقوله: {واعف عَنَّا} [البقرة: 286] وعفوتُ لكم عن صدقة الخيل والرقيق أي أسقطتها عنكم.
(ufiya) lafadz al-Afwu mempunyai makna mangampuni atau mencabut, (seperti perkataanmu : saya memaafkanmu, maksudnya ‘saya mengampunimu’. Seperti firman Allah juga dalam surat al-Ma’idah ayat 95 yang artinya : Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan dalam surat al-Baqarah ayat 286 : . beri ma’aflah kami.

{فَمَنِ اعتدى} : أي ظلم فقتل القاتل بعد أخذ الدية فله عند الله عذاب أليم.
(فَمَنِ اعتدى) artinya mendzalimi, semisal membunuh si pembunuh setelah mengambil diyat (dari si pembunuh). Maka baginya adzab yang pedih.
{الألباب} : العقول جمع لب، مأخوذ من لب النخلة.
المعنى الإجمالي
يقول الله جل ثناؤه ما معناه: يا أيها الذين آمنوا فرض عليكم أن تقتصوا للقتيل من قاتله، ولا يبغيّن بعضكم على بعض، فإذا قتل الحرُّ الحرَّ فاقتلوه فقط، وإذا قتل العبدُ العبدَ فاقتلوه به، وإذا قتلت الأنثى الأنثى فاقتلوها بهامثلاً بمثل بالعدل والمساواة، ودعوا الظلم الذي كان بينكم فلا تقتلوا أحراراً، ولا بالعبد حراً، ولا بالأنثى رجلاً، فإن ذلك ظلم وعدوان، واستعلاء وطغيان، فمن تُرك له شيء من القصاص إلى الدية، وعفا عنه وليّ القتيل فلم يقتص منه وقبل منه الدية

v  Makna Ijmali
Allah berfirman : wahai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kalian semua yaitu mengqhishas orang yang telah membunuh. Dan janganlah sebagian dari kalian berbuat keji pada sebagian yang lain. Maka ketika seorang yang merdeka membunuh orang yang merdeka, maka bunuhlah orang merdeka (yang membunuh) tadi, jika seorang budak membunuh budak, maka bunuhlah budak (yang membunuh) tadi, dan jika seorang perempuan membunuh perempuan, maka bunuhlah perempuan tadi. Dengan adil dan sama. Dan tinggalkanlah kedzaliman yang ada diantara kalian, jadi janganlah kalian membunuh beberapa orang merdeka dikarenakan seorang diantaranya membunuh satu orang merdeka, dan janganlah kalian membunuh seorang merdeka sebab dia membunuh budak. Dan jangan membunuh laki-laki sebab laki-laki tersebut membunuh seorang perempuan. Sesungguhnya yang seperti itu adalah kedzaliman dan melampui batas. Dan barangsiapa meninggalkan qishas dan beralih kepada diyat (wali si terbunuh memaafkan si pembunuh dan tidak mengqishasnya, serta menerima diyat dari si pembunuh) maka hal tersebut di perbolehkan

ولكم يا أولي العقول فيما شرعت لكم من القصاص حياة وأي حياة، لأنه من علم أن من قتل نفساً قُتل بها يرتدع وينزجر عن القتل، فيحفظ حياته وحياة من أراد قتله، وبذلك تصان الدماء، وتحفظ النفوس، ويأمن الناس على أرواحهم، ذلك هو شرع الله الحكيم، ودينه القويم، الذي به حياة الناس وسعادتهم في الدنيا والآخرة.
(ولكم يا أولي العقول) terdapat kehidupan didalam qishas yang telah di syariatkan kepada kalian, karena seseorang yang mengetahui bahwa dia akan di bunuh jika sampai membunuh seseorang, maka dia akan mengurungkan niat untuk membunuh. Maka terjagalah hidup orang tersebut dan orang yang ingin dia bunuh. Jika demikian, darah akan terjaga, jiwa dapat terjaga, dan manusiapun akan aman. Seperti itulah syari’at dari Allah yang maha bijaksana.
سبب النزول
أ روي في سبب نزول هذه الآية عن قتادة أنَّ أهل الجاهلية كان فيهم بغيٌ وطاعة للشيطان، وكان الحي منهم إذا كان فيهم عدة ومنعة، فقتل عبدُهم عبدَ آخرين، قالوا: لن نقتل به إلا حراً، تعزّزاً لفضلهم على غيرهم، وإذا قتلت امرأةٌ منهم امرأةً من آخرين قالوا: لن نقتل بها إلا رجلاً، فأنزل
v  Sabab an-Nuzul
Diriwayatkan mengenai sabab an-Nuzul ayat ini dari qatadah bahwasanya orang-orang jahiliyyah biasa melakukan kedzaliman serta mengikuti kehendak syaitan, yaitu apabila seseorang yang hidup (dari suatu qabilah) yang memiliki kekuatan dimana kemudian budak mereka membunuh budak yang lain, lalu mereka berkata : kami tidak akan membunuh kecuali orang merdeka, kemudian jika seorang perempuan membunuh perempuan mereka akan berkata “kami tidak akan membunuh kecuali laki-laki”. Mereka melakukan itu karena kesombongan tentang kehebatan mereka.
لطائف التفسير
اللطيفة الأولى: أكرم الله هذه الأمة المحمدية فشرع لهم قبول الدية في القصاص، ولم يكن هذا في شريعة التوراة، روي البخاري عن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهما أنه قال: «كان في بني إسرائيل القصاص ولم يكن فيهم الدية، فقال الله لهذه الأمة {كُتِبَ عَلَيْكُمُ القصاص فِي القتلى} إلى قوله: {فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ} فالعفو أن تقبل الدية في العمد {فاتباع بالمعروف وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ} يتبع الطالب بالمعروف، ويؤدي إليه المطلوب بإحسان {ذلك تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ} ممّا كتب على من كان قبلكم {فَمَنِ اعتدى بَعْدَ ذلك} قتل بعد قبول الدية {فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ} .
v  Latha’if al-Tafsir
Lathifah pertama : Allah telah memuliakan umat Muhammad, Dia mensyari’atkan adanya penerimaan diyat dalam hokum qishas, syari’at seperti ini tidaklah terdapat dalam syariat Taurat. Diriwayatkan dari Bukhari dari ibn Abbas, dia berkata : “di dalam bani Isra’il terdapat hokum qishas namun tidak ada hokum diyat”, Allah berfirman pada umat ini “كُتِبَ عَلَيْكُمُ القصاص فِي القتلى” sampai pada firman “فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ”, al-Afw adalah menerima diyat pada pembunuhan amdu (sengaja).
الأحكام الشرعية
الحكم الأول: هل يقتل الحر بالعبد، والمسلم بالذمي؟
اختلف الفقهاء في الحر إذا قتل عبداً، والمسلم إذا قتل ذمياً هل يقتلان بهما أم لا؟
فذهب الجمهور: (المالكية والشافعية والحنابلة) إلى أن الحر لا يقتل بالعبد، ولا المسلم بالذمي.
وذهب الحنفية: إلى أن الحر يقتل بالعبد، وكذلك المسلم يقتل بالذمي.
v  Al-Ahkam al-Syari’at
Apakah seseorang merdeka di qishas karena membunuh budak, dan seorang muslim di qishas karena membunuh kafir dzimmi?
Para ulama’ fiqih berbeda pendapat mengenai seorang yang merdeka yang membunuh budak, serta seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi.apakah keduanya di qishas atau tidak?
Ø  Jumhur ulama’ (malikiyah, syafi’iyah, dan hanabilah) berpendapat bahwa keduanya tidak di qishas.
Ø  Hanafiyah berpendapat bahwa keduanya di qishas.
أدلة الجمهور, استدل الجمهور على مذهبهم بالكتاب، والسنة، والمعقول:
.أ أما الكتاب فقوله تعالى: {كُتِبَ عَلَيْكُمُ القصاص فِي القتلى} فقد أوجب الله المساواة، ثمّ بيّن هذه المساواة بقوله: {الحر بِالْحُرِّ والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى} .
فالحرّ يساويه الحر، والعبد يساويه العبد، والأنثى تساويها الأنثى، فكأنه تعالى يقول: اقتلوا القاتل إذا كان مساوياً للمقتول، قالوا: ولا مساواة بين الحر والعبد فلا يقتل به، وكذلك لا مساواة بين المسلم والكافر فلا يقتل به.
ب وأما السنة: فما رواه البخاري عن علي كرم الله وجهه أن رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قال: «لا يُقتل مسلم بكافر» .
ج وأما المعقول: فقالوا: إن العبد كالسِّلعة والمتاع بسبب الرق الذي هو من آثار الكفر، والكافر كالدابة بسبب الكفر الذي طغى عليه، وقد قال تعالى: {إِنَّ شَرَّ الدواب عِندَ الله الذين كَفَرُواْ فَهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ} [الأنفال: 55] فكيف يُساوى المؤمن بالكافر، وكيف يقتل به؟ .
أدلة الحنفية:
واستدل الحنفية على مذهبهم ببضعة أدلة نوجزها فيما يلي:
أولاً: قوله تعالى: {ياأيها الذين آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ القصاص فِي القتلى ... } إنّ الله أوجب قتل القاتل بصدر الآية، وهي عامة تعم كل قاتل سواءً كان حراً أو عبداً، مسلماً أو ذمياً، وأما قوله تعالى: {الحر بِالْحُرِّ والعبد بالعبد ... } إلخ فإنما هو لإبطال الظلم الذي كان عليه أهل الجاهلية، حيث كانوا يقتلون بالحر أحراراً، وبالعبد حراً، وبالأنثى يقتلون الرجل تعدياً وطغياناً، فأبطل الله ما كان من الظلم، وأكد القصاص على القاتل دون غيره كما فهم ذلك من سبب النزول وقد تقدم.
ثانياً: واستدلوا بقوله تعالى في سورة [المائدة: 45] : {وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ النفسبالنفس ... } قالوا: وهو عموم في إيجاب القصاص في سائر المقتولين، وشرع من قبلنا شرعٌ لنا ما لم يرد ناسخ، ولم نجد ناسخ[5]اً.


Dalil jumhur ulama’
Jumhur ulama’ mengambil dalil atas pendapatnya dari al-Qur’an, hadits, dan logika.
1.      Al-Qur’an : firman Allah : كُتِبَ عَلَيْكُمُ القصاص فِي القتلى dalam firman ini sesungguhnya Allah mewajibkan musawah ‘setingkat’, kemudian Allah menjelaskan musawah tersebut dengan firman الحر بِالْحُرِّ والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى.
Maksudnya orang merdeka sama dengan orang merdeka, budak sama dengan budak, perempuan sama dengan perempuan. Seolah-olah Allah berfirman “bunuhlah orang yang membunuh jika si pembunuh setingkat dengan orang yang di bunuh”. Jumhur berpendapat orang merdeka tidaklah setingkat dengan budak, karenanya orang merdeka tidak diqishas karena membunuh budak, begitu pula muslim dan kafir dzimmi.
2.      Sunnah, adapun dari hadits adalah hadits yang dieiwayatkan dari imam Bukhari dari Ali KW bahwasanya rasulullah bersabda “seorang muslim tidak dibunuh sebab membunuh kafir”
3.      Logika :


Dalil hanafiyah
Hanafiyah mengambil dalil atas pendapatnya dengan sedikit dalil yang akan saya ringkas sebagai berikut :
1.      Firman Allah ياأيها الذين آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ القصاص فِي القتلى , pada permulaan ayat  Allah mewajibkan untuk mengqishas pembunnuh, ayat ini bersifat umum yang mana mencakup semua pembunuh, entah dia merdeka, budak, muslim, ataupun kafir dzimmi. Adapun firman Allah (الحر بِالْحُرِّ والعبد بالعبد ...) adalah untuk menolak kedzaliman yang ada pada masa jahiliyyah, dimana mereka membunuh beberapa orang merdeka karena salah satunya membunuh satu orang merdeka, dan karena membunuh seorang perempuan mereka membunuh laki-laki, mereka melakukan itu secara aniyaya dan melampui batas.karena itulah kemudian Allah menghilangkan kedzaliman yang ada dngan mengukuhkan bahwa qishas hanya diberlakukan pada si pmbunuh, dan bukan salainnya, seperti apa yang difaham dari asbab an-nuzul.
2.      Berdalil dari firman Allah dalam surat al_ma’idah ayat 45 (وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ النفسبالنفس) bahwa ayat ini bersifat umum pada semua jenis pembunuhan, dan bahwa qishas adalah merupakan syari’at umat sebelum kita, dimana syari’at dari umat sebelum kita juga merupakan syari’at kita selam tidak ada yang menghapusnya, dan tidaklah kami temukan sesuatu yang menghapusnya (syari’at qishas)










































BAB III
PENUTUP

Kitab tafsir Rawāi’ul Bayān ini masuk ke dalam katagori tafsiru’l ahkam atau dalam istilah lain Tafsir Ahkam yang menurut sementara pakar bermakna tafsir Al-Quran yang berorientasi atau fokus pada pembahasan ayat-ayat hukum. Pembatasan ayat-ayat hukum yang terdapat di dalam Al-Quran inilah yang menjadi cirikhas dari tafsir Ahkam. Kitab Tafsir tersebut terdiri dari dua jilid besar, dan disusun berdasarkan tema-tema hukum di setiap pertemuan.
Tafsir Ash-Shabni ini dapat dikatagorikan sebagai tafsir muqarin atau tafsir perbandingan, karena di dalam tafsirnya ia mengngkapkan pendapat dari para mufasir sebagai sumber perbandingan, kemudian ia menguatkan pendapat yang paling sahih di antara pendapat-pendapat yang telah ia bandingkan
Corak penafsirannya temasuk dalam kategori hukum, dan dalfam penafsirannya ash-Shabuni menyampaikan dari masing-masing mazhab, ulama hadis, tafsir dan qur‟an. Teknik penafsiran dimulai dari: Al-tahlil al-lafziy, Al-Ma’na al-ijmaliy, abab al-nuzul, Munsabah al-ayat, Wuju al-Qiraat, Wujuh al-I’rab, Latha’if alTafsir, Al-Ahka mukallaf al-Syar’iyyah, Matursyid alaihi al-Ayat ,Hikmah altasyri’


DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Rawa’i Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al- Quran , maktabah Syamilah
Laila Badriyah, Kajian Terhadap Tafsir Rawa’i Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al- Quran Muhammad Ali Ash-Shabuni, Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam
Hanim Shafiera, Penafsiran Ali Ash-Shabuni Terhadap Ayat-Ayat Tasybih Dalam Surat Al-Baqarah, Skripsi, Fakultasushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Andy Haryono, Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabuni dalam Kitab rawâiu’ al-Bayân, Wardah, Vol.18, No.1, 2017



[1] Hanim Shafiera, Penafsiran Ali Ash-Shabuni Terhadap Ayat-Ayat Tasybih Dalam Surat Al-Baqarah, Skripsi, Fakultasushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau
[2] Andy Haryono, Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabuni dalam Kitab rawâiu’ al-Bayân, Wardah, Vol.18, No.1, 2017
[3] Laila Badriyah, Kajian Terhadap Tafsir Rawa’i Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al- Quran Muhammad Ali Ash-Shabuni, Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam
[4] Andy Haryono, Op. cit
[5] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Rawa’i Al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al- Quran , maktabah Syamilah

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم