POLA KOMUNIKASI USTADZ SAAT MENGAJAR FIKIH DI PONDOK PESANTREN AN-NUR SUMBER HADIPOLO KUDUS

Penelitian
POLA KOMUNIKASI USTADZ SAAT MENGAJAR FIKIH DI PONDOK PESANTREN AN-NUR SUMBER HADIPOLO KUDUS

Disusun untuk memenuhi tugas UAS
Mata kuliah : Ilmu Komunikasi
Dosen pengampu : Muhtadlor, S. Ud, M.Hum

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXTIS6OdZD8ka3ASfXY1OE8OCyuc8ejsQWk9cT8kpn2THNTBeCLLeS2Wn1hfST6QQ7q63yau2rSaNZWTW3nxnBoU9Tq8_I1sBMOPXNPygeF5IPWNMwSLSPA91wEJ8TBonfqc2TBUK5Yd4/s1600/Logo_STAIN_Kudus_Jawa_Tengah.jpg

Oleh:
M Zainu Nuri           :1530110093


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IQT)
JURUSAN USHULUDDIN
STAIN KUDUS
2017

A.    Pola komunikasi ustadz pengajar nahwu di ponpes an-Nur sumber
Joseph A. Devito membagi menjadi empat, yakni: Komunikasi antar pribadi, Komunikasi kelompok, Komunikasi publik, Komunikasi Massa[1]
Dikarenakan penulis melakukan penelitian berdasarkan masalah yang ada dilapangan, maka analisa yang penulis lihat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh ustadz pengajar dalam pengajaran di pondok pesantren an-Nur sumber hadipolo kudus.
Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan didalam kelas ini dilakukan secara langsung bertatap muka antara ustadz dan santri, dan seorang ustadz berperan sebagai seorang komunikator  yang menyampaikan ajaran-ajaran fikih dan santri-santri berperan sebagai seorang komunikan yang menerima ajaran-ajaran yang disampaikan oleh komunikator (ustadz).
Pada penelitian ini, penulis menemukan beberapa pola macam komunikasi yang terjadi di ponpes an-Nur sumber, yaitu :.
1.         Pola komunikasi dua arah, yaitu pola komunikasi yang komunikator bisa berperan sebagai pemberi pesan dan penerima pesan. Demikian pula halnya komunikan, bisa berperan sebagai penerima pesan dan bisa pula sebagai pemberi pesan. Dalam proses pengajaran tersebut, baik ustadz maupun santri dapat berperan ganda  sebagai pemberi dan penerima pesan atau komunikasi ini bisa dikatakan sebagai komunikasi antarpersonal, yaitu proses penukaran komunikator dan komunikan yang feedbacknya secara langsung dapat diketahui
2.         Pola komunikasi kelompok, yaitu komunikasi tidak hanya terjadi antara perorangan melainkan kepada banyak orang. Disini komunikan dituntut lebih aktif dari pada komunikator.
B.     Komunikasi dua arah
Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan didalam kelas ini dilakukan secara langsung bertatap muka antara ustadz dan santri, dan seorang ustadz berperan sebagai seorang komunikator  yang menyampaikan ajaran-ajaran fikih dan santri-santri berperan sebagai seorang komunikan yang menerima ajaran-ajaran yang disampaikan oleh komunikator (ustadz). Dan dalam hal tersebut timbulah feed backatau umpan balik dari siswa-siswi, apakah dia mengerti atau tidak
Meskipun komunikasi antara guru dan siswa dalam kelas tersebut termasuk komunikasi kelompok kecil, ustadz pengajar bisa mengubahnya menjadi komunikasi antarpersonal dengan menggunakan metode komunikasi dua arah atau dialog, yakni guru menjadi komunikator dan santri menjadi komunikan.Terjadi komunikasi dua arah ini ialah apabila para pelajar bersifat responsif, mengetengahkan pendapat atau mengajukan pertanyaan diminta atau tidak diminta
 Berdasarkan pengalaman penulis yang juga nyantri di pondok an-Nur, pernah seorang santri bernama sholikin menanyakan materi tentang nikah yang disampaikan ustadz pengajar “kulo Tanya pak, tetangga kulo wonten engkang  ngaku nikah kaleh jin pak ustadz, sebenernya niku angsal nopo mboten nikah kaleh jin pak?”
Lalu pak ustadz pengajar menjawab “nggeh asline nggeh angsal-angsal mawon kang angger wes netepi syarat-syarat nikah koyok tho seksi, wali, lan liya-liyane. Lha tonggomu iku wes netepi syarat-syarate opo durung kok?”, kemudian kang sholikin menjawab “nggeh turene sampun pak,”, “nek sampun berarti yo sah kang, lha sampeyan minat tah?”
Dari percakapan singkat diatas kang sholikin mendapat jawaban dan ada timbal balik secara langsung hingga jawaban menjadi sangat jelas. Ini merupakan karakteristik dari komunikasi antar pribadi atau dua arah atau timbale balik, dimana masing-masing bisa saling menggantikan posisi, suatu ketika komunikator bias menjadi komunikan dan sebaliknya.[2]
Sebenarnya komunikasi antar pribadi tidak hanya terjadi ketika berada didalam kelas, terkadang setelah pelajaran selesai,sambil njagong dengan si ustadz, seorang santri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada ustadz seputar pelajaran yang belum dipahami.
C.     Komunikasi kelompok
Seperti teori komunikasi kelompok kecil yang di kemukakan oleh Robert F. Balles yaitu sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, dimana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya dengan cukup kentara, sehingga ia baik saat timbul pertanyaan ataupun sesudahnya dapat member tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan.[3]
Itulah yang dilakukan dalam kegiatan ngaji fikih di pondok an-Nur, Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan didalam kelas ini dilakukan secara langsung bertatap muka antara ustadz dan santri, dan seorang ustadz berperan sebagai seorang komunikator  yang menyampaikan ajaran-ajaran fikih dan santri-santri berperan sebagai seorang komunikan yang menerima ajaran-ajaran yang disampaikan oleh komunikator (ustadz).
Pola komunikasi kelompok yang dilakukan ustadz fikih di ponpes an-Nur sumber setidaknya mempunyai ciri-ciriciri-ciri tersebut antara lain :
1.      Proses komunikasi yang disampaikan oleh seorang pembicara pada khalayak dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Hal tersebut menunjukkan adanya seorang pembicara, dalam hal ini seorang guru agama yang menjelaskan pada khalayak atau siswa-siswi dalam jumlah yang besar.
2.      Komunikasi berlangsung secara continue. Hal ini sesuai dengan sub-sub bab dalam kitab yang mempunyai jadwal yang pasti dan berlangsung secara terus-menerus



[2] Weri, prespektif teoritis komunikasi, Jakarta, UIN Press, cet. 1, hal :107
[3] H.A. W. Widjaya, komunikasi dan hubungan masyarakat, hal :127

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم