Proposal
KONSEP IMARAH MASJID PRESPEKTIF ALI AS-SHOBUNI
(Studi Kitab
Tafsir Rowa’I Bayan)
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UAS
Mata Kuliah : Metode Penelitian Tafsir
Dosen Pengampu : DR. Ma’mun Mu’min, M.Ag. M.Si. M.Hum
Disusun Oleh:
M Zainu Nuri :
1530110093
![]() |
|||
![]() |
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IQT-5C)
JURUSAN USHULUDDIN
STAIN
KUDUS
2017/2018
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
adalah mukjizat Islam yang dapat memecahkan masalah kemanusiaan dalam berbagai
segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan
pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh Allah yang Maha Bijaksana
dan Maha Terpuji. Pada setiap problem al-Qur’an meletakkan sentuhannya yang
mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk
langkah-langkah manusia, dan yang sesuai pula buat setiap zaman. Dengan
demikian, al-Qur’an selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat,
karena Islam adalah agama yang abadi.[1]
Dalam Al-Qur’an dan hadits terdapat banyak kata menyebutkan
tentang keimanan atau orang-orang yang beriman secara jelas dan tegas. Hal ini
menunjukan bahwa kedudukan iman menjadi pondasi yang penting dan utama dalam
Islam
Bagi seorang muslim, keimanan memiliki kedudukan yang sangat
penting. Tetapi keimanan itu ada pasang suratnya. Adakalanya keimanan naik dan
kokoh yang membuat seorang mukmin menjadi tinggi semangat pengabdiannya kepada
Allah SWT. Namun terkadang keimanan bisa menurun yang membuat lebih cenderung
kepada kemaksiatan dan kemungkaran. Karena itu memiliki keimanan yang stabil menjadi
sesuatu yang urgen dan
mendasar. Dengan keimanan
yang mantap, seseorang akan selalu komitmen kepada
nilai-nilai yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya, serta membuatnya tidak
berani menyimpang dari jalan hidup yang benar. Menuju terwujudnya
keimanan yang mantap itulah, diperlukan
pembinaan iman secara sungguh-sungguh dan kontinyu, dan institusi masjid
merupakan salah satu sarana yang bisa digunakan dalam membina keimanan kaum
muslimin.
Dalam Al-Quran surat at-Taubah ayat 18 menyebutkan secara tegas
adanya hubungan antara memakmurkan
masjid dengan keimanan
seseorang. Perilaku seseorang yang selalu memakmurkan masjid
ternyata menunjukan keimanan orang tersebut yang mantap kepada Allah SWT dan
hari akhir. Dengan iman yang kokoh
pula nantinya masjid akan
menjadi makmur. Karena, memang hanya
orang-orang yang memiliki kemantapan keimanan
yang layak untuk memakmurkan masjid.[2]
sebagaimana firman Allah yaitu
Masjid dalam peradaban Islam bukan sekedar sebuah tempat kegiatan
keagamaan dan kebudayaan, tetapi merupakan suatu tata kelembagaan yang menjadi
sarana pembinaan masyarakat dan keluarga muslim serta isnan-insan peradaban Islam.
Masjid seharusnya menjadi penggerak kehidupan. Masjid sebagai
sentra kehidupan umat Islam harusnya dijadikan penggerak roda kehidupan. Mulai
dari ekonomi, pendidikan, sosial, budaya hingga politik, semuanya bisa dimulai
dari masjid
Memakmurkan masjid (‘imarah al-masajid) begitu urgen bagi
umat Islam, mengingat walaupun data jumlah masjid setiap tahun terus bertambah
namun keberadaan masjid sebagian besar belum optimal dalam meningkatkan
keilmuan, kesejahteraan dan kemandirian masjid dan jamaah di sekitarnya. Hal
ini terjadi karena umat Islam khususnya pengurus dan jamaah masjid baru sebatas
menyelenggarakan peran dan fungsi masjid untuk ibadah sholat lima waktu an
sich, padahal peran dan fungsi masjid yang makmur pada masa awal Islam begitu
luas dan tidak sebatas untuk pelaksanaan ibadah sholat saja.
Inilah yang mendorong penulis ingin mengetahui lebih jauh dan
mengangkat kepermukaan mengenai penafsiran Syeikh Muhammad Ali Ash Shobuni
tentang ‘imarah al-masajid yang
terdapat dalam tafsir Rawai’u al-Bayan
Tafsir ayat al-Ahkam min al-Qur’an.
B.
Identifikasi
dan Perumusan Masalah
1.
Identifikasi
Masalah
Permasalahan
penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai
berikut:
a.
Kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai konsep imarah masjid
b.
Bagaimana
konsep imarah masjid menurut pandangan para ulama’?
c.
Bagaimana
konsep imarah masjid prespektif Ali Ash-Shobuni?
2.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah yang telah penulis sampaikan diatas, maka
penulis merumuskan masalah ini pada :
1.
Bagaimana
pandangan ulama’ mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan imarah
al-Masjid?
2.
Bagaimana
pandangan Ali Ash-Shobuni mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan
imarah al-Masjid?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Mengetahui
pandangan ulama’ mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan imarah
al-Masjid.
2.
Mengetahui
pandangan Ali Ash-Shobuni mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan
imarah al-Masjid.
3.
Kegunaan
Penelitian
Setiap perbuatan manusia pasti memiliki maksud dan tujuan. Demikian
pula dengan penulis dalam penelitian ini. Antara lain sebagai berikut:
1.
Dari aspek
teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dan kajian
teoritis mengenai imarah masjid
2.
Secara praktis,
penelitian ini dapat menambah pemahaman baru mengenai imarah masjid agar dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
D.
Kajian Pustaka
(Penelitian Relevan)
Berkaitan dengan judul penelitian skripsi di atas,
penulis telah melakukan serangkaian telaah terhadap beberapa literatur pustaka.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penelitian dan kajian tentang “Konsep
imarah Masjid prespektif Ash-Shobuni dalam tafsir Rowa’I Bayan” yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti yang lain. Dari hasil penelusuran penulis menemukan
beberapa penelitian yang berkaitan dengan tema Imarah masjid, antara lain :
Pertama, Sistem Penggajian Ta’mir Masjid Agung Al-Syuhada’
Pamekasan, merupakan judul skripsi salah satu mahasiswa IAIN Sunan Ampel yang
bernama Nuzulul Furqon dari Fakultas Dakwah. Hasil penelitian pada tahun 2012
tersebut membahas tentang ta’mir masjid dilihat dari aspek sistem salary atau
gaji dari ta’mir masjid as-Syuhada’. Skripsi ini juga membahas manajemen masjid
yang merupakan bagian dari memakmuran masjid. Dalam penelitiannya, penulis
menggunakan metode yang digunakan adalah field research dengan memakai teori
tertentu dalam menjalankannya.
Kedua,
Studi Kasus Proses Pengembangan Masyarakat Berbasis Masjid dalam Program Bina
Usaha Oleh LAZIS Masjid Sabilillah Blimbning Malang. Riset ini hasil penelitian
Robiatul Adawiyah. Skripsi mahasiswa jurusan PMI Fakultas Dakwah IAIN Sunan
Ampel tahun 2012 ini membahas tentang proses pengembangan masyarakat oleh LAZIS
salah satu masjid yang bernama Sabilillah di Malang.
Ketiga, Muhammad Fadhli, “ Penafsiran Ali ash-Shabuni
Terhadap Ayat-Ayat Tasybih Dalam Surat al-Baqarah ( Kajian Dari Ilmu Balaghah
)” berdasarkan pengamatan penulis belum ada pihak-pihak tertentu yang
mengkajinya secara spesifik. Akan tetapi penulis menemukan adanya kajian dan
pemikiran Ali ash-Shabuni dibahas oleh Muhammad Fadhli dalam skripsinya “Makna
Hijab Menurut Ali ash-Shabuni” menjelaskan sebatas penggunaan kata hijab di
dalam al-Qur’an menurut pemikiran Ali ash-Shabuni.
Keempat, Hanim Safiera Bintu sukri, “penafsiran Ali
Ash-Shobuni terhadap Ayat-Ayat tashbih dalam surat Al-Baqarah,
Kelima,
Penelitian yang dilakukan oleh Khoirul Efendi 2009, Manajemen Masjid Raya
Baitus Salam Komplek Billy Moon Jakarta Timur. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa Manajemen Masjid Raya Baitus Salam secara teoritis terbagi menjadi dua
bagian penting seperti: aplikasi bidang program dan aplikasi bidang
kepengurusan, bidang program dalam hal ini meliputi prngajaran atau majlis
ta’lim umum di dalamnya mengkaji beberapa tema pokok kajian fiqih, tauhid, tasauf
serta pengajian, ceramah umum, mengadakan peringatan hari besar Islam, kemudian
menerapkan pula pada aplikasi bidang kepengurusan meliputi: pembagian tugas
dalam menjalankan program-program yang telah disepakati membuat perencanaan
kerja
F.
Kerangka Teori
1. Tafsir dan Takwil
Tafsir adalah suatu cara untuk mamahami isi kandungan
Al-Qur’an. Kata tafsir diambil dari bahasa Arab التفسير yang berasal dari فسر (menerangkan). Tafsir memiliki arti penjelasan
atau keterangan terhadap maksud yang sukar difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan demikian, menafsirkan Al-Qur’an ialah menjelaskan atau menerangkan
makna-makna yang sulit difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an.[3]
Pengertian tafsir secara etimonologi, menurut
sebagian dari ahli tafsir menyatakan bahwa tafsir tidak termasuk jajaran ilmu
pengetahuan atau sains yang memiliki batasan tertentu. Pemikiran ini
berdasarkan alasan bahwa tafsir tidak mempunyai kaidah dan batasan-batasan
khusus, seperti yang terdapat pada ilmu sains yang diciptakan oleh akal
manusia. Akan tetapi, sebagian ahli tafsir memasukan tafsir kedalam kelompok
ilmu pengetahuan, Karena dalam tafsir terdapat topik-topik tertentu yang
membutuhkan campur tangan dari beberapa kaidah keilmuan yang digunakan sebagai
dasar pijakan dalam ilmu tafsir.[4]
Sehingga sebagian ahli mufassir mencoba untuk menta’rifkan tafsir
dalam berbagai definisi, seperti menurut Al-Zarkasyi Tafsir adalah ilmu untuk
mengetahui pemahaman kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Untuk menjelaskan berbagai makna, hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya.[5]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
tafsir adalah hasil usaha manusia atau ilmu yang memuat pembahasan mengenai
penjelasan terhadap makna ayat-ayat Al-Qur’an. Pemahaman tersebut bertujuan
untuk penjelasan, memahami ayat-ayat yang belum jelas maksudnya menjadi jelas,
yang samar menjadi terang dan yang sulit dipahami menjadi mudah, sehingga
Al-Qur’an yang fungsi utamanya adalah sebagai pedoman hidup (hidayah) bagi
manusia, dapat dipahami, dihayati dan diamalkan sebagai mestinya.[6]
Al-Ragib Al-Isfahani menganggap tafsir lebih umum
daripada ta’wil dan biasanya tafsir lebih banyak digunakan dalam lafal
dan mufradatnya, sedang ta’wil lebih dititikbaratkan kepada makna dan
kalimat serta sering dikenakan kepada kitab-kitab suci, berbeda halnya dengan
tafsir yang digunakan selain kitab suci.
Perbedaan ini tidak terlepas dari ruang lingkup tafsir
dan ta’wil yang bekerja pada dua sisi makna Al-Qur’an, yaitu makna
dzahir dan batin. Ta’wil dipahami sebagai kaidah-kaidah penafsiran
berdasarkan akal terhadap ayat-ayat alegoris yang bertujuan menyingkap sebanyak
mungkin makna yang terkandung di dalam suatu teks serta memilih yang paling
tepat. Sedangkan tafsir dipahami sebagai penjelasan yang semata-mata bersumber
dari kabar benar yang diriwayatkan secara mutawatir oleh para perawi
yang adil dan dobit hingga kepada para sahabat Nabi SAW. Tafsir juga
diartikan juga dengan kegiatan mengurai untuk mencari pesan yang terkandung
dalam teks, sedangkan ta’wil berarti menelusuri kepada orisinalitas atau
ide awal dalam teks.
Melihat beberapa pengertian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ta’wil adalah suatu bentuk intensif dari tafsir. Ta’wil
adalah penafsiran batin dan bersifat lebih mendalam (tafsir batin) seperti
yang telah dikemukakan oleh Abu Talib As-Sa’labi sebagaimana yang dikutip
As-Suyuti, namun syarat penafsiran batin adalah kesesuaiannya dengan penafsiran
lahir yang lebih nyata. Para ulama sejak dahulu menganggap ta’wil sebagai
tafsir dalam bentuk yang khusus, artinya tafsir lebih umum daripada ta’wil seperti
pendapat Al-Isfahani di atas. [7]
2. Imarah masjid
Masjid berasal dari bahasa Arab sajada yang berarti
tempat sujud atau tempat menyembah Allah swt. 12 Kata masjid merupakan kata
jadian dari akar kata aslinya yang berupa kata benda “sajdan”. Kata jadi ini
merupakan “isim makna” yakni kata yan menunjukkan tempat. Dengan demikian,
masjid adala tempat sujud atau tempat menundukan kepala hingga ketanah sebagai
ungkapan ketundukan teradap Allah swt. Bumi yang kita tempati ini adalah masjid
bagi kaum muslimin. Setiap muslim boleh melakukan shalat di wilayah mana pun di
bumi ini; terkecuali di atas kuburan, di tempat yang bernajis, dan di
tempat-tempat yang menurut ukuran syariat Islam tidak sesuai untuk dijadikan
tempat shalat.[8]
Apabila dikeluarkan bidang agama, maka kebudayaan
itu terperinci lagi dalam enam bidang kehidupan adalah sosial, ekonomi,
politik, ilmu pengetahuan tehnik, kesenian, dan filsafat. Prinsip pokok tentang
masing-masing kehidupan ini diajarkan, dibacakan, dan disimpulkan di masjid.
Keenam bidang kehidupan itu bersifat duniawi. Dengan demikian, masjid juga
adalah tempat untuk pembicaraan dunia
G.
Metode
Penelitian
1.
Jenis
penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemikiran dari Ali ash-Shobuni mengenai
imarah masjid, oleh karena itu, penelitian ini menggunakan kepustakaan atau library
research dengan mengumpulkan data-data tertulis dan informasi yang berhubungan[9]
2.
Sumber
Data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari sumber
data primer dan data sekunder adapun penjelasannya sebagai berikut:
a.
Sumber
data primer yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek penelitian.
Dalam hal ini penulis mencari data dari kitab tafsir yang ditulis
oleh Mohammad Ali Ash Shobuni yaitu Rawai’u al-Bayan Tafsir Ayat
Al-Ahkam Min Al-Qur’an, yang membahas tentang ‘imaratu al-Masajid dalam
surat At Taubah ayat 18.
b.
Sumber
data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data
primer, adapun data sekunder dalam penulisan proposal ini adalah buku-buku dan
karya ilmiyah yang isinya dapat melengkapi data penelitian yang penulis teliti.
3.
Teknik
pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan mempelajari bahan-bahan primer dan sekunder baik berupa
ayat-ayat al-Qur’an, kitab tafsir, buku keislaman, jurnal maupun skripsi yang
ada kaitannya dengan penelitian.
4.
Analis
Data
Data
yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan bentukbentuk metode
analisa data sebagai berikut :
1. Metode
komperatif yaitu “suatu cara membandingkan data yang diperoleh dari
perpustakaan yang merupakan data kualitatif tentang pendapat para ahli tafsir
dan hukum satu dengan yang lainnya untuk menemukan persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan terhadap suatu ide.
Langkah
yang ditempuh adalah dengan membandingkan pandangan Mohammad Ali Ash Shobuni
dengan pandangan ulama lain tentang ‘imaratu al-Masajid dalam surat At
Taubah ayat 18 dengan tujuan untuk menambah wawasanm dan pemahaman yang lebih
konferehensif.
2. Metode
Induktif yaitu “suatu metode pemikiran dengan menarik kesimpulan dari yang
hal-hal atau gejala bersifat khusus ditarik kesimpulan yang bersifat umum”.
H.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasrudin Baidan, Wawasan
Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Manna khalil al-qattan, Studi ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta,
Litera Antar Nusa, 2010
Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan
Masjid, (Jakarta : Al Qalam, 2009)
Abdul Djalal HA, Urgensi Tafsir
Maudu’i Pada Masa Kini, Jakarta: Kalam Mulia,
1990,
Mohammad E. Ayyub, Manajemen
Masjid,.
Sutris Hadi, Metodologi Research,
Yogjakarta, Andi, 2004
[1] Manna khalil al-qattan, Studi ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta,
Litera Antar Nusa, 2010, hal :15
[2]
Ahmad
Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Jakarta : Al Qalam, 2009), hal : 4
[3] Nasrudin
Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal
: 67.
[4] Ibid., hlm. 30.
[5] Ibid., hlm. 13.
[6] Abdul
Djalal HA, Urgensi Tafsir Maudu’i Pada Masa Kini, Jakarta: Kalam Mulia,
1990, hal: 6.
[7] Ibid., hlm. 27.
[8] Mohammad E. Ayyub, Manajemen
Masjid, h. 1.
[9] Sutris Hadi, Metodologi
Research, Yogjakarta, Andi, 2004, hal : 8