proposal POLIGAMI PRESPEKTIF TAFSIR RAWA’IUL BAYAN (Studi pemikiran ali ash-shabuni)

Proposal
POLIGAMI PRESPEKTIF TAFSIR RAWA’IUL BAYAN
(Studi pemikiran ali ash-shabuni)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UAS
Mata Kuliah : Metode Penelitian Tafsir
Dosen Pengampu : DR. Ma’mun Mu’min, M.Ag. M.Si. M.Hum





PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IQT-5C)
JURUSAN USHULUDDIN
  STAIN KUDUS
2017/2018



A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang dapat memecahkan masalah kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Pada setiap problem al-Qur’an meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia, dan yang sesuai pula buat setiap zaman. Dengan demikian, al-Qur’an selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah agama yang abadi.[1]
Salah satu masalah yang sejak dahulu sampai sekarang tetap menjadi perdebatan di kalangan ahli hukum Islam adalah poligami. Banyak kalangan menolak kebolehan hukum poligami karena dianggap tidak adil dan mendiskriminasikan salah satu pihak, terutama perempuan. Oleh karena itu Negara berusaha untuk mengatur perkawinan dengan suatu Undang-undang nasional yang dimaksudkan berlaku bagi seluruh warga Negara Indonesia, yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut Undang-undang Perkawinan) yang diharapkan dapat menciptakan unifikasi hukum dibidang hukum perkawinan atau hukum keluarga.3 Perkawinan bukan untuk keperluan sesaat tetapi jika mungkin hanya sekali seumur hidup karena perkawinan mengandung nilai luhur dengan adanya ikatan lahir batin antara pria dan wanita.
Penulis merasa sangat tertarik untuk menggali secara lebih dalam tentang konsep keadilan poligami menurut Ali Ash-Shonuni karena beliau adalah seorang ahli tafsir yang selama ini banyak memberikan kontribusi bagi dunia keilmuwan Islam. Melalui beberapa karya besarnya seperti Tafsir Rowa’iul Bayan, dapat dilihat sosok Ali Ash-Shonuni sebagai seorang ulama yang memiliki pengetahuan yang luas dan salah satu sosok ulama yang concern di bidang penafsiran menuju kemaslahatan umat.
B.     Identifikasi dan Perumusan Masalah
1.    Identifikasi Masalah
Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
a.       Terjadi pro kontra dari masyarakat mengenai poligami
b.      Bagaimana konsep poligami menurut pandangan para ulama’?
c.       Bagaimana konsep poligami prespektif Ali Ash-Shobuni?
2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan  identifikasi  masalah yang  telah penulis sampaikan diatas, maka penulis merumuskan masalah ini pada “Bagaimana pandangan Ali Ash-Shobuni mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan poligami”?
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang  telah penulis sampaikan diatas, maka penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan Ali Ash-Shobuni mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan poligami

D.    Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian terbagi dari dua jenis yaitu: kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis. Adapun kegunaan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1.      Manfaat teoritis
Memperluas ilmu dan wawasan penulis, serta pembaca tentang poligami dalam kitab-kitab klasik dan kontemporer. Serta menjadikan penelitian ini sebagai solusi kepada masyarakat agar tidak memaknai poligami dengan pemahaman yang mudah dan hanya dengan mengikuti kehendak nafsu semata.
2.      Manfaat secara praktis
Memberikan kontribusi pemikiran bagi segenap pihak agar tidak memaknai atau mentafsirkan suatu ayat dengan makna yang dangkal. Karena Allah menurunkan Ayat sebagai sebuah jalan tengah bagi umat, bukan malah menjadikan kehancuran untuk sebuah keluarga. Sekaligus menjadikan poligami yang adil menjadi sebuah solusi kepada masyarakat untuk terhindar dari kerusakan umat dan merajalelanya kerusakan moral dimana-mana. Karena, kalau ditinjau lebih dekat lagi, bahaya poligami lebih kecil dari pada bahaya kerusakan umat.
E.     Kajian Pustaka (Penelitian Relevan)
Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasuskasus poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan ditelusuri lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan perkawinan poligami mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena tersebut dengan mengamati dalam praktek kehidupan pasangan poligami. Dengan demikian diharapkan penelitian ini tidak sama dengan yang sudah ada.
Pertama,Skripsi yang ditulis oleh Sudibyo (2001:25) yang berjudul "Konsep Keadilan Dalam Berpoligami menurut Hukum Islam". Sudibyo menjelaskan bahwa konsep adil dalam perkawinan poligami harus sesuai dengan apa yang ada di dalam aturan Islam serta penerapan konsep keadilan yang benar menurut Al-Qur’an dan hukum Tuhan. Menurutnya, adil di sini tidak hanya adil dalam pemberian nafkah saja tetapi juga adil terhadap pembagian terhadap cinta dan kasih sayang kepada istri-istrinya seperti pembagian jatah malam, nafkah lahiriah maupun batiniah. Bukan hanya itu, adil terhadap pemberian kasih sayang kepada anak-anaknya pun harus diperhatikan yaitu dengan memberikan hak-haknya secara penuh dan tidak berbuat aniaya kepada mereka
Kedua, M. Sholihan (1999:30) "Poligami Dalam Perspektif Fazlur Rahman" menjelaskan bahwa Fazlur Rahman. memaparkan pendapat bahwa adanya kontradiksi di antara izin untuk beristri sampai empat orang dan keharusan untuk berlaku adil kepada mereka dengan pernyataan tegas bahwa keadilan terhadap istri-istri tersebut adalah mustahil. Menurut penafsiran yang tradisional izin untuk berpoligami itu mempunyai kekuatan hukum, sedang keharusan untuk berbuat adil kepada mereka walaupun sangat penting, terserah kepada kebaikan si suami (walaupun Hukum Islam yang tradisional memberikan hak kepada kaum wanita untuk meminta pertolongan atau perceraian apabila mereka dianiaya atau dikejami oleh suami mereka).
Ketiga, Mustakim Makki dalam skripsinya yang berjudul Pandangan M. Quraish Shihab dan Hamka, Tentang Ayat-Ayat Zakat, Studi Komparatif Tafsir al-Misbah dan Tafsir al-Azhar dalam skripsi ini, Mustakim Makki menjelaskanbagaimana pendapat M. Quraish Shihab dan Hamka tentang zakat. Corakpenafsiran yang digunakan Hamka dalam menafsirkan ayat-ayat zakat dalamtafsir al-Azhar ialah menggunakan metode Tahlili. Sedangkan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat zakat dalam tafsir al-Mishbah adalahmeggunakan metode tafsir tematis.
Keempat, Supardi Mursalin dalam bukunya yang berjudul Menolak Poligami: Studi Tentang Undang-undang Perkawinan dan Hukum Islam. Dalam karya ini, Supardi Mursalin menjelaskan tentang maraknya praktek poligami secara sembunyi-sembunyi di kalangan masyarakat. Fenomena ini muncul karena lemahnya pemahaman masyarakat terhadap Undang-undang perkawinan  Buku ini juga menjelaskan tentang kedudukan izin poligami menurut Undang-undang perkawinan dan hukum Islam dan sanksi pidana pelanggaran poligami tanpa izin.
Kelima, Buku karangan Siti Musdah Mulia yang berjudul Pandangan Islam Tentang Poligami. Dalam buku tersebut, Siti Musdah Muliah banyak mengulas tentang tema poligami dalam Islam secara global. Mulai dari sejarah pra Islam hingga pasca Islam. Siti Musdah Mulia mengatakan bahwa sekalipun al-Qur’an membolehkan poligami tetapi sekaligus merupakan ancaman bagi para pelakunya. Masih oleh pengarang yang sama, buku dengan judul Islam Menggugat Poligami. Buku ini berisi tentang asal mula poligami sampai praktek poligami di dalam masyarakat, dalam bukunya ini Siti Musdah Mulia mengatakan bahwa aspek negatif poligami lebih besar daripada aspek positifnya.
F.     Kerangka Teori
1.      Tafsir dan Takwil
Tafsir adalah suatu cara untuk mamahami isi kandungan Al-Qur’an. Kata tafsir diambil dari bahasa Arab التفسير yang berasal dari فسر  (menerangkan). Tafsir memiliki arti penjelasan atau keterangan terhadap maksud yang sukar difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian, menafsirkan Al-Qur’an ialah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang sulit difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an.[2]
Pengertian tafsir secara etimonologi, menurut sebagian dari ahli tafsir menyatakan bahwa tafsir tidak termasuk jajaran ilmu pengetahuan atau sains yang memiliki batasan tertentu. Pemikiran ini berdasarkan alasan bahwa tafsir tidak mempunyai kaidah dan batasan-batasan khusus, seperti yang terdapat pada ilmu sains yang diciptakan oleh akal manusia. Akan tetapi, sebagian ahli tafsir memasukan tafsir kedalam kelompok ilmu pengetahuan, Karena dalam tafsir terdapat topik-topik tertentu yang membutuhkan campur tangan dari beberapa kaidah keilmuan yang digunakan sebagai dasar pijakan dalam ilmu tafsir.[3] Sehingga sebagian ahli mufassir mencoba untuk menta’rifkan tafsir dalam berbagai definisi, seperti menurut Al-Zarkasyi Tafsir adalah ilmu untuk mengetahui pemahaman kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk menjelaskan berbagai makna, hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya.[4]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa tafsir adalah hasil usaha manusia atau ilmu yang memuat pembahasan mengenai penjelasan terhadap makna ayat-ayat Al-Qur’an. Pemahaman tersebut bertujuan untuk penjelasan, memahami ayat-ayat yang belum jelas maksudnya menjadi jelas, yang samar menjadi terang dan yang sulit dipahami menjadi mudah, sehingga Al-Qur’an yang fungsi utamanya adalah sebagai pedoman hidup (hidayah) bagi manusia, dapat dipahami, dihayati dan diamalkan sebagai mestinya.[5]
Al-Ragib Al-Isfahani menganggap tafsir lebih umum daripada ta’wil dan biasanya tafsir lebih banyak digunakan dalam lafal dan mufradatnya, sedang ta’wil lebih dititikbaratkan kepada makna dan kalimat serta sering dikenakan kepada kitab-kitab suci, berbeda halnya dengan tafsir yang digunakan selain kitab suci.
Perbedaan ini tidak terlepas dari ruang lingkup tafsir dan ta’wil yang bekerja pada dua sisi makna Al-Qur’an, yaitu makna dzahir dan batin. Ta’wil dipahami sebagai kaidah-kaidah penafsiran berdasarkan akal terhadap ayat-ayat alegoris yang bertujuan menyingkap sebanyak mungkin makna yang terkandung di dalam suatu teks serta memilih yang paling tepat. Sedangkan tafsir dipahami sebagai penjelasan yang semata-mata bersumber dari kabar benar yang diriwayatkan secara mutawatir oleh para perawi yang adil dan dobit hingga kepada para sahabat Nabi SAW. Tafsir juga diartikan juga dengan kegiatan mengurai untuk mencari pesan yang terkandung dalam teks, sedangkan ta’wil berarti menelusuri kepada orisinalitas atau ide awal dalam teks.
Melihat beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ta’wil adalah suatu bentuk intensif dari tafsir. Ta’wil adalah penafsiran batin dan bersifat lebih mendalam (tafsir batin) seperti yang telah dikemukakan oleh Abu Talib As-Sa’labi sebagaimana yang dikutip As-Suyuti, namun syarat penafsiran batin adalah kesesuaiannya dengan penafsiran lahir yang lebih nyata. Para ulama sejak dahulu menganggap ta’wil sebagai tafsir dalam bentuk yang khusus, artinya tafsir lebih umum daripada ta’wil seperti pendapat Al-Isfahani di atas. [6]
2.      Poligami
Secara etimologis atau lughowi bahwa kata Poligami bersal dari bahasa Yunani gabungan dari dua kata poli dan polus yang berarti banyak, serta gamien dan gamos yang berarti perkawinan. Dengan demikan poligami berarti perkawinan yang banyak. Secara terminologi atau istilah poligami adalah salah satu perkawinan yang pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan. Dalam Hukum Islam poligami berarti suatu perkawinan yang dilakukan oleh salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligam yaitu perkawinan yang dilakukan karena adanya sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan seseorang melakukan hal tersebut.
Poligami sudah berlangsung sejak jauh sebelum datangnya Islam. Orang-orang Eropa yang sekarang kita sebut Rusia, Yugoslavia, Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, dan Inggris semuanya adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga bangsa-bangsa Timur seperti Ibrani dan Arab, mereka juga berpoligami. Karena itu tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islam yang melahirkan aturan tentang poligami, sebab nyatanya aturan poligami yang berlaku sekarang ini juga hidup dan berkembang di negeri-negeri yang tidak menganut Islam, seperti Afrika, India, Cina, dan Jepang.[7] Dalam situasi dan kondisi tertentu laki-laki muslim di perbolehkan kawin paling banyak dengan empat orang perempuan dalam satu waktu apabila ia sanggup memelihara dan berlaku adil terhadap istri-istri mereka dalam soal nafkah, tempat tinggal, dan pembagian waktu. Apabila dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil, maka dilarang kawin dengan perempuan lebih dari satu, sama seperti dilarang kawin dengan perempuan lebih dari empat.
Allah berfirman :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Maksud adil disini adalah sekedar yang dapat dilakukan seseorang untuk berlaku adil, misalnya dalam soal membagi waktu, nafkah, pakaian, dan tempat tinggal. Adapun yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, seperti melebihkan cintanya kepada salah 23 seorang istri mereka, maka tidak termasuk dosa.
G.    Metode Penelitian
1.      Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang tergolong penelitian kepustakaan atau library research dengan mengumpulkan data-data tertulis dan informasi yang berhubungan[8]
2.      Sumber Data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari sumber data primer dan data sekunder adapun penjelasannya sebagai berikut:
a.       Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek penelitian. Dalam hal ini penulis mencari data dari kitab tafsir yang ditulis oleh Mohammad Ali Ash Shobuni yaitu Rawai’u al-Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al-Qur’an, yang membahas tentang poligami
b.      Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer, adapun data sekunder dalam penulisan proposal ini adalah buku-buku dan karya ilmiyah yang isinya dapat melengkapi data penelitian yang penulis teliti.
3.      Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi yaitu dengan mempelajari bahan-bahan primer dan sekunder baik berupa ayat-ayat al-Qur’an, kitab tafsir, buku keislaman, jurnal maupun skripsi yang ada kaitannya dengan penelitian.
4.      Analis Data
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan bentukbentuk metode analisa data sebagai berikut :
1.      Metode komperatif yaitu “suatu cara membandingkan data yang diperoleh dari perpustakaan yang merupakan data kualitatif tentang pendapat para ahli tafsir dan hukum satu dengan yang lainnya untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan terhadap suatu ide.
Langkah yang ditempuh adalah dengan membandingkan pandangan Mohammad Ali Ash Shobuni dengan pandangan ulama lain tentang poligami dengan tujuan untuk menambah wawasanm dan pemahaman yang lebih konferehensif.
2.      Metode Induktif yaitu “suatu metode pemikiran dengan menarik kesimpulan dari yang hal-hal atau gejala bersifat khusus ditarik kesimpulan yang bersifat umum”.
H.    Daftar Pustaka
Manna khalil al-qattan, Studi ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta, Litera Antar Nusa, 2010
Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Abdul Djalal HA, Urgensi Tafsir Maudu’i Pada Masa Kini, Jakarta: Kalam
Humaidi Tatapangarasa, Hakekat Poligami dalam Islam, Jakarta: Usaha Nasional
Sutris Hadi, Metodologi Research, Yogjakarta, Andi, 2004




[1] Manna khalil al-qattan, Studi ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta, Litera Antar Nusa, 2010, hal :15
[2] Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 67.
[3] Ibid., hlm. 30.
[4] Ibid., hlm. 13.
[5] Abdul Djalal HA, Urgensi Tafsir Maudu’i Pada Masa Kini, Jakarta: Kalam
Mulia, 1990, hlm. 6.
[6] Ibid., hlm. 27.
[7] Humaidi Tatapangarasa, Hakekat Poligami dalam Islam, Jakarta: Usaha Nasional, hal : 7
[8] Sutris Hadi, Metodologi Research, Yogjakarta, Andi, 2004, hal : 8

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم